Tempat pembuatan cincin kawin, cincin nikah, cincin tunangan dari emas putih, emas rose gold, emas kuning, palladium, platina, perak. Bisa request model sesuai keinginan | www.PabrikCincinNikah.com

Membuatkan Dengan Penuh Cinta

Rabu, 23 Maret 2016

HUKUM TUKAR CINCIN KAWIN, CINCIN NIKAH




Agar menghilangkan penasaran Anda, simak dalam tulisan berikut ini, Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

Hai Saudaraku semuslim se agama... ketahuilah bahwa emas berupa gelang, cincin dan galung haram bagi seorang pria. Lantas siapa yang melarang?
Tentu saja kita mengatakan haram bukan hanya asal-asalan. Namun tentu ada dalilnya. Dan kita diperintahkan untuk taat pada Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam jika lisan beliau melarang sesuatu. 

Dalilnya adalah hadits berikut ini,

عَنْ أَبِي مُوسَى أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أُحِلَّ الذَّهَبُ وَالْحَرِيرُ لِإِنَاثِ أُمَّتِي وَحُرِّمَ عَلَى ذُكُورِهَا
Dari Abu Musa, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Emas dan sutra dihalalkan bagi para wanita dari ummatku, namun diharamkan bagi para pria’.” (HR. An Nasai no. 5148 dan Ahmad 4/392. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih). Ini dalil umum mengenai larangan perhiasan emas bagi pria.

Sedangkan mengenai larangan secara khusus mengenai cincin emas sendiri terjadi ijma’ (kesepakatan) para ulama dalam hal ini akan haramnya. Hal ini berdasarkan hadits riwayat Al Bukhari dan selainnya,

نَهَى عَنْ خَاتَمِ الذَّهَبِ
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang cincin emas (bagi laki-laki)”. 
(HR. Bukhari no. 5863 dan Muslim no. 2089). 

Sudah dimaklumi bahwa asal larangan adalah haram. Selain itu, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam pernah bertemu seorang lelaki yang memakai cincin emas di tangannya. Beliau mencabut cincin tersebut lalu melemparnya, kemudian bersabda,

« يَعْمِدُ أَحَدُكُمْ إِلَى جَمْرَةٍ مِنْ نَارٍ فَيَجْعَلُهَا فِى يَدِهِ »
Seseorang dari kalian telah sengaja mengambil bara api neraka dengan meletakkan (cincin emas semacam itu) di tangannya.” Lalu ada yang mengatakan lelaki tadi setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pergi, “Ambillah dan manfaatkanlah cincin tersebut.” Ia berkata, “Tidak, demi Allah. Saya tidak akan mengambil cincin itu lagi selamanya karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah membuangnya.” (HR. Muslim no. 2090, dari hadits ‘Abdullah bin ‘Abbas). 

Imam Nawawi rahimahullah ketika menjelaskan hadits ini berkata, “Seandainya si pemilik emas tadi mengambil emas itu lagi, tidaklah haram baginya. Ia boleh memanfaatkannya untuk dijual dan tindakan yang lain. Akan tetapi, ia bersikap waro’ (hati-hati) untuk mengambilnya, padahal ia bisa saja menyedekahkan emas tadi kepada yang membutuhkan karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah melarang seluruh pemanfaatan emas. 

Yang beliau larang adalah emas tersebut dikenakan. Namun untuk pemanfaatan lainnya, dibolehkan.” (Syarh Shahih Muslim, 14: 56)

Imam Nawawi rahimahullah berkata dalam Syarh Shahih Muslim (14: 32), “Emas itu haram bagi laki-laki berdasarkan ijma’ (kesepakatan) para ulama.” Dalam kitab yang sama (14: 65), Imam Nawawi juga berkata, “Para ulama kaum muslimin sepakat bahwa cincin emas halal bagi wanita. Sebaliknya mereka juga sepakat bahwa cincin emas haram bagi pria.”

Bagaimana cincin emas bagi wanita? 

Sudah dijelaskan dalam dalil di atas akan kebolehannya bagi wanita. Dalam Al Majmu’, Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Dibolehkan bagi para wanita yang telah menikah dan selainnya untuk mengenakan cincin perak sebagaimana dibolehkan cincin emas bagi mereka. Hal ini termasuk perkara yang disepakati oleh para ulama dan tidak ada khilaf di dalamnya.” (Al Majmu’, 4: 464)

Apa hukum pria gunakan cincin kawin dari logam mulia selain emas? 

Perlu diketahui bahwa menggunakan perak tidaklah masalah bagi pria, bahkan hal ini disepakati (menjadi ijma’) para ulama (Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 32: 164). Yang jadi rujukan mereka adalah hadits dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

كَتَبَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – كِتَابًا – أَوْ أَرَادَ أَنْ يَكْتُبَ – فَقِيلَ لَهُ إِنَّهُمْ لاَ يَقْرَءُونَ كِتَابًا إِلاَّ مَخْتُومًا . فَاتَّخَذَ خَاتَمًا مِنْ فِضَّةٍ نَقْشُهُ مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ . كَأَنِّى أَنْظُرُ إِلَى بَيَاضِهِ فِى يَدِهِ
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menulis atau ingin menulis. Ada yang mengatakan padanya, mereka tidak membaca kitab kecuali dicap. Kemudian beliau mengambil cincin dari perak yang terukir nama ‘Muhammad Rasulullah’. Seakan-akan saya melihat putihnya tangan beliau.” (HR. Bukhari no. 65 dan Muslim no. 2092). 

Dalam Al Muntaqo Syarh Muwatho’ (2: 90), disebutkan bahwa perak bagi pria dibolehkan dalam tiga penggunaan, yaitu pedang, cincin dan mushaf.

Sedangkan cincin kawin, cincin nikah, cincin tunangan dari logam selain emas, hal ini tidaklah menjadi masalah bagi pria. Syaikh Dr. Sholeh Al Fauzan –guru kami- berkata, “Lelaki diharamkan memakai cincin emas. Sedangkan cincin perak, atau logam semacamnya, walaupun sama-sama logam mulia, hukumnya boleh memakainya karena yang diharamkan adalah emas. Dan tidak boleh pula memakai cincin dari campuran emas, tidak boleh memakai kacamata, pena, jam tangan yang ada campuran emas-nya. Intinya, lelaki tidak diperbolehkan berhias dengan emas secara mutlak.” (Muntaqa Al Fauzan, jilid 5 fatwa no. 450)




Pandangan Ulama Mengenai Hukum Tukar Cincin
Jika tukar cincin dengan emas, maka masalahnya adalah cincin emas haram bagi pria, tidak bagi wanita. 
Jika ada yang bertukar cincin dengan logam selain emas (walau jarang ditemukan), apa tidak masalah? Jawabannya, tetap bermasalah dan dikritik oleh para ulama.

Syaikh Sholeh Al Munajjid hafizhohullah dalam website Al Islam Sual wal Jawab berkata, “Cincin kawin bukanlah tradisi kaum muslimin. 
Jika diyakini cincin kawin tersebut punya sebab yang dapat mengikat ikatan cinta antara suami istri, dan jika cincin tersebut dilepas dapat mengganggu hubungan keduanya, maka hal ini bisa dinyatakan SYIRIK dan masuk dalam keyakinan jahiliyah. Ditambah lagi bahwa emas itu haram bagi pria, maka cincin kawin tidaklah diperbolehkan sama sekali. Kami dapat rinci alasannya:

Karena cincin kawin tidak ada kebaikan sama sekali dan hanya merupakan tradisi yang diimpor oleh kaum muslimin dari orang kafir.
Jika yang mengenai cincin kawin tersebut menganggap bahwa cincin itu bisa berpengaruh dalam langgengnya pernikahan, maka hal ini bisa masuk dalam kesyirikan (karena menyandarkan sebab pada sesuatu yang bukan sebab sama sekali, pen). Laa hawla quwwat illa billah, tidak ada daya dan upaya untuk berlindung dari kesyirikan kecuali dengan pertolongan Allah. 

Demikian faedah yang kami peroleh dari fatwa Syaikh Sholeh Al Fauzan.” (Fatwa Al Islam Sual wal Jawab no. 21441)
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rahimahullah ditanya mengenai hukum cincin pernikahan. Beliau rahimahullah menjawab, “Cincin nikah yang biasa digunakan adalah emas. Padahal emas sama sekali tidak punya pengaruh bagi yang mengenakannya. Sebagian orang yang mengenai cincin pernikahan ini terkadang membuat ukiran di emas tersebut dan diserahkan pada istrinya. Begitu pula si istri diukir namanya di cincin dan akan diberi pada suaminya. Keyakinan mereka adalah bahwa tukar cincin semacam ini akan lebih merekat ikatan cinta di antara pasutri. 

Dalam kondisi seperti ini, cincin pernikahan bisa jadi haram karena cincin menjadi sandaran hati padahal tidak disetujui secara syar’i maupun terbukti dari segi keilmiahan. Begitu pula tidak boleh menggunakan cincin nikah yang dikenakan oleh pasangan yang baru dilamar. Karena jika belum ada akad nikah, si wanita belumlah menjadi istri dan belumlah halal. Wanita tersebut bisa halal bagi si pria jika benar-benar telah terjadi akad.” (Al Fatawa Al Jami’ah lil Mar-ah Al Muslimah, 3: 914-915)
Sifat Seorang Muslim: Mendengar dan Patuh, Sami’na wa Atho’na

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Sesungguhnya jawaban oran-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. “Kami mendengar, dan kami patuh”. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. An Nuur: 51). 

Inilah sifat orang muslim dan beriman. Bukan hanya firman Allah yang ia ikuti, namun juga kata Rasulnya shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Perhatikan dan renungkan pula ayat-ayat berikut ini.

قُلْ أَطِيعُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْكَافِرِينَ
Katakanlah: “Ta’atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir.” (QS. Ali Imron: 32). 

Ayat ini menunjukkan dengan jelas kita harus menaati Rasul.

فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” (QS. An Nur: 63). 

Ayat ini menunjukkan bahwa siapa saja yang menyelisihi perintah Rasul akan mendapat ancaman. Hal ini menunjukkan bahwa perintah beliau pun harus tetap diikuti.

Renungkan pula sabda Nabimu shallallahu ‘alaihi wa sallam,

أَلاَ إِنِّى أُوتِيتُ الْكِتَابَ وَمِثْلَهُ مَعَهُ أَلاَ يُوشِكُ رَجُلٌ شَبْعَانُ عَلَى أَرِيكَتِهِ يَقُولُ عَلَيْكُمْ بِهَذَا الْقُرْآنِ فَمَا وَجَدْتُمْ فِيهِ مِنْ حَلاَلٍ فَأَحِلُّوهُ وَمَا وَجَدْتُمْ فِيهِ مِنْ حَرَامٍ فَحَرِّمُوهُ أَلاَ لاَ يَحِلُّ لَكُمْ لَحْمُ الْحِمَارِ الأَهْلِىِّ وَلاَ كُلُّ ذِى نَابٍ مِنَ السَّبُعِ وَلاَ لُقَطَةُ مُعَاهِدٍ إِلاَّ أَنْ يَسْتَغْنِىَ عَنْهَا صَاحِبُهَا وَمَنْ نَزَلَ بِقَوْمٍ فَعَلَيْهِمْ أَنْ يَقْرُوهُ فَإِنْ لَمْ يَقْرُوهُ فَلَهُ أَنْ يُعْقِبَهُمْ بِمِثْلِ قِرَاهُ

Ketahuilah, sesungguhnya aku diberi Al -Qur’an dan yang semisal bersamanya (As Sunnah). Lalu ada seorang laki-laki yang dalam keadaan kekenyangan duduk di atas kursinya berkata, “Hendaklah kalian berpegang teguh dengan Al-Qur’an! Apa yang kalian dapatkan dalam Al-Qur’an dari perkara halal maka halalkanlah. Dan apa yang kalian dapatkan dalam Al-Qur’an dari perkara haram maka haramkanlah. Ketahuilah! Tidak dihalalkan bagi kalian daging keledai jinak, daging binatang buas yang bertaring dan barang temuan milik orang kafir mu’ahid (kafir dalam janji perlindungan penguasa Islam, dan barang temuan milik muslim lebih utama) kecuali pemiliknya tidak membutuhkannya. Dan barangsiapa singgah pada suatu kaum hendaklah mereka menyediakan tempat, jika tidak memberikan tempat hendaklah memberikan perlakukan sesuai dengan sikap jamuan mereka.” (HR. Abu Daud no. 4604. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Perhatikan baik-baik kalimat yang kami garis bawahi dalam hadits di atas. Seakan-akan apa yang dulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sampaikan benar-benar terjadi saat ini. Ternyata saat ini sebagian umat Islam hanya mau mengambil apa yang telah disebutkan dalam Al Qur’an saja. Sehingga karena anjing tidak disebut dalam Al Qur’an kalau itu haram, maka mereka pun tidak mengharamkannya. Begitu pula emas, jika tidak ditemukan pelarangannya dalam Al Qur’an, ia pun tidak mau mengharamkannya. Sungguh inilah bukti nubuwah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Ibnu ‘Abdil Barr rahimahullah mengatakan, “Allah Ta’ala telah memerintahkan kita untuk menataati Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam dan diperintahkan untuk mengikuti petunjuk beliau secara mutlak dan dalam perintah tersebut tidak dikaitkan dengan syarat apa pun. Oleh karena itu mengikuti beliau sama halnya dengan mengikuti Al Qur’an. Sehingga tidak boleh dikatakan, kita mau mengikuti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam asalkan bersesuaian dengan Al Qur’an. Sungguh perkataan semacam ini adalah perkataan orang yang menyimpang.” (Jaami’ Bayanil ‘Ilmi wa Fadhlih, 2: 190-191; dinukil dari Ma’alim Ushul Fiqh, hal. 126). 

Jadi sungguh aneh jika ada yang masih ngotot membela perhiasan emas itu halal bagi pria dikarenakan dalam Al Qur’an tidak disebutkan larangannya.

Penjelasan di atas berarti jika Rasul kita –shallallahu ‘alaihi wa sallam– melarang pria berhias dengan emas, kita pun harus mendengar dan taat artinya kita menjauhi dan meninggalkannya. Karena ingatlah,

وَإِنْ تُطِيعُوهُ تَهْتَدُوا
Dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk.” (QS. An Nuur: 54). Artinya, jika mentaati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kita akan mendapat petunjuk kepada shirothol mustaqim, yakni jalan yang lurus.


Pada akhir-akhir ini fenomena tukar cincin kawin menjadi hal yang lumrah yang kita saksikan di saat-saat pernikahan, saat tunangan atau lamaran. Mengacu ceremonial ulama di atas sehingga membuat kita cerdas dan tahu hukumnya. Baca juga artikel HukumMemakai Cincin Emas bagi Pria Muslim

Demikian tulisan sederhana yang kami sajikan. Semoga menambah hasanah ilmiah para pembaca. Begitu pula kami memohon pada Allah semoga ilmu ini menjadi ilmu yang bermafaat bagi kita semua dan bisa diamalkan. Dan lebih baik disebar dan dishare kepada kaum muslimin lainnya apalagi yang belum mengenai akan hukum masalah ini.

Bagi anda yang sedang mencari desain cincin kawin sesuai keinginan, kami dari pabrik tempat pembuat cincin dari emas putih, emas kuning, emas rose gold, palladium, platina, perak.

Hubungi kami :
Pin BB        : 59663d00
Whatsapp  : 0857 8115 8585

Kunjungi link kami berikut :




Bolehkah CincinKawin Di jual ?

Dalam mengarungi bahtera rumah tangga, tak pelak dari pasang surutnya perekonomian keluarga, sehingga tidak ada jalan keluarnya kecuali satu-satunya benda yang menjadi kenangan dalam hidup menjadi solusinya, Salah satu Netizen mengatakan “Pasang surut finansial kadang membuat kita mengikhlaskan kesakralan benda mati ini, namun jika niat baik, pasti ALLAH SWT bls lbh dari yg kita beri buat soulmate.... “

Dalam hal ini banyak yang mempertanyakan, bolehkah menjual cincin kawin atau mahar? Sebagian orang ada yang lebih ermisif dalam menanggapi boleh atau tidaknya menjual cincin kawin, namun ada pula yang memiliki pendpat yang kuat untuk tidak menjual cincin tersebut. Bila dihadapkan pada kondisi keuangan pasangan Anda yang di ambang mengkhwatirkan dan satu – satunya harta yang Anda miliki adalah mahar yang diberikan olehnya, maka menjualnya adalah pilihannya.

Membicarakan masalah keuangan memang sangat sensitif tetapi memang harus kita hadapi, pasalnya kehidupan memang memiliki pasang surutnya. Kondisi finansial yang belum cukup mapan atau berantakan karena salah pengelolaannya merupakan alasan yang kerap menjadi penyebab banyak pasangan muda yang memilih bercerai daripada menghadapi masalah ini bersama-sama. Dan apa yang tersisa dari resepsi pernikahan, yaitu mahar dan cincin kawin adalah alternatif terakhir yang diandalkan oleh pasangan yang sedang terkena krisis finansial.

“Prinsipnya adalah cincin kawin itu kan idealnya dipakai seumur hidup,  jadi hanya untuk dipakai sekali dan tidak untuk dijual, tapi jika kondisinya untuk memenuhi kebutuhan no reason to against, ya cincin kawin ya bukan untuk dijual,”

Pasangan yang sama – sama saling setia dan tidak ingin pernikahan mereka berakhir hanya karena faktor keuangan menghalalkan segala cara untuk bertahan hidup salah satunya yaitu menjual harta benda termasuk cincin pernikahan. Dalam kondisi ini sah – sah saja menjual cincin pernikahan asalkan beberapa hal ini dijalani dengan baik, antara lain:


1.Suami mengetahui dan menyetujui bahwa Anda menjual cincin kawin tersebut karena kondisi keuangan yang tidak memungkinkan.
2.Jika suami menolak dan Anda bersikeras untuk menjual cincin pernikahan bicarakan baik – baik buat ia mengerti agar ia pun secara ikhlas mempersilahkan cincin tersebut dijual.
3.Jika sudah terjual jangan sampai Anda menyalahgunakan uang dari hasil penjualan cincin tersebut, sharing lah kepada suami tentang hasil penjualan cincin tersebut.

Kalau bisa jangan pernah Anda berfikiran untuk menjual cincin kawin, walaupun Anda dan pasangan sudah tidak bersama atau dalam kondisi yang terhimpit sekalipun usahakan agar tidak menjualnya. Karena cincin pernikahan adalah benda sakral dan bukti bahwa Anda dan pasangan telah terikat sehidup semati.
Kami pabrikcincinnikah.com – melayani pesanan pembuatan cincin kawin, cincin nikah, cincin pernikahan, cincin tunangan dari logam emas, palladium, platina, perak. Berminat langsung hubungi kami :
Pin BB         : 59663d00
Whatsapp  : 0857 8115 8585


Bolehkah Menjual Mahar Berupa Cincin Kawin Yang Telah Di Terima Oleh Seorang Istri?

Mungkin pernah kita bertanya apakah boleh mahar berupa cincin kawin yang diterima oleh seorang wanita dijual, dalam keadaan tertentu, tanpa sepengetahuan pihak suami? Bagaimana hukumnya dalam Islam, jika sang wanita ikhlas menjualnya?

Bahwasannya mahar itu apabila telah diserahkan dari pihak suami kepada pihak istri, sudah sepenuhnya menjadi hak istri. Dengan demikian, maka istri punya kekuasaan sekaligus kebebasan untuk menyimpannya atau mungkin malah menjualnya. Bahkan meski tanpa sepengetahuan suami. Sebab secara hukum, mahar itu memang milik istri sepenuhnya. Maka seorang istri punya kebebasan untuk menjual mahar yang dimilikinya.

Namun yang namanya pasangan suami istri, tentu kurang etis kalau tidak terjadi komunikasi, apalagi menyangkut penjualan harta dan aset yang dimiliki. Meski pun pada dasarnya memang sudah menjadi hak preogratis istri, namun sebaiknya tetap berkomuniakasi, tidak saling merahasiakan masalah. Semua itu perlu dilakukan agar masing-masing merasa dipercaya oleh pasangannya.

Dan juga sesungguhnya tidak ada keharusan dalam masalah mahar harus berbentuk benda yang punya nilai kenangan tertentu. Sehingga pada hakikatnya boleh saja mahar itu berupa harta apa pun yang berharga dan punya nilai jual universal.

Berikanlah maskawin kepada wanita sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah pemberian itu yang sedap lagi baik akibatnya. (QS An-Nisaa': 4)

Mungkin kita sering terbawa dengan anggapan sementara orang yang beranggapan bahwa mahar itu harus unik dan bersifat kenangan. Lantas dengan demikian, seolah mahar itu harus berifat abadi sehingga tidak boleh dijual lagi. Seperti perhiasan cincinkawin yang terbuat dari emas, atau perabot tertentu yang antik, atau bahkan seringkali orang terlalu kretif untuk menentukan mahar. Misalnya berupa uang sebesar Rp 17.052.005 (tujuh belas juta lima puluh dua ribu lima rupiah). Di balik angka itu tertera tanggal pernikahan mereka, yaitu tanggal 17 bulan 05 (Mei) tahun 2005.

Padahal sesungguhnya kita tidak terlalu dituntut untuk membuat mahar yang terkesan aneh dan mengada-ada. Sebab pada hakikatnya mahar itu sama saja dengan nafkah dari suami kepada istrinya. Bedanya hanya mahar itu diberikan sekali saja di awal pada saat akad nikah pertama kali dilakukan. Sedangkan nafkah diberikan seumur pernikahan. Namun keduanya sama-sama nafkah juga yang menjadi hak istri sepenuhnya.

Maka mahar itu tidak harus berbentuk benda yang aneh-aneh, atau jenis tertentu yang memiliki nilai sejarah tertentu, meski bukan berarti terlarang. Pendeknya, mahar itu tidak harus sakral atau disakralkan. Sehingga seorang istri yang telah diberi mahar, sepenuhnya punya hak untuk menjual mahar itu dengan uang. Bahkan di zaman sekarang ini sebenarnya yang paling praktis untuk mahar adalah uang segar (fresh money), karena bisa digunakan untuk keperluan apapun. Dan bisa diberikan dalam bentuk cek pada saat akad nikah.

Secara fiqhiyah, kalangan Al- Hanafiyah berpendapat bahwa minimal mahar itu adalah 10 dirham. Sedangkan Al-Malikiyah mengatakan bahwa minimal mahar itu 3 dirham. Meskipun demikian sebagian ulama mengatakan tidak ada batas minimal dengan mahar.

Dan bila dicermati secara umum, nash-nash hadits telah datang kepada kita dengan gambaran yang seolah tidak mempedulikan batas minimal mahar dan juga tidak batas maksimalnya. Barangkali karena kenyataannya bahwa manusia itu berbeda-beda tingkat ekonominya, sebagian dari mereka kaya dan sebagian besar miskin. Ada orang mempunyai harta melebihi kebutuhan hidupnya dan sebaliknya ada juga yang tidak mampu memenuhinya.

Namun kita tidak perlu terlalu memasalahkan hal ini, sebab selama memenuhi syarat sebagai mahar, harta atau kekayaan apapun bisa dijadikan mahar. Bahkan dalam bentuk jasa mengajarkan hal-hal yang bermanfaat pun bisa dijadikan mahar. Sebagaimana tertera di dalam hadits berikut ini:

Dari Sahal bin Sa'ad bahwa nabi SAW didatangi seorang wanita yang berkata, "Ya Rasulullah kuserahkan diriku untukmu," Wanita itu berdiri lama lalu berdirilah seorang laki-laki yang berkata, "Ya Rasulullah kawinkan dengan aku saja jika kamu tidak ingin menikahinya." Rasulullah berkata, "Punyakah kamu sesuatu untuk dijadikan mahar?" Dia berkata, "Tidak kecuali hanya sarungku ini." Nabi menjawab, "Bila kau berikan sarungmu itu maka kau tidak akan punya sarung lagi, carilah sesuatu." Dia berkata, "Aku tidak mendapatkan sesuatupun." Rasulullah berkata, "Carilah walau cincin dari besi." Dia mencarinya lagi dan tidak juga mendapatkan apa-apa. Lalu Nabi berkata lagi, "Apakah kamu menghafal Al-Qur'an?" Dia menjawab, "Ya surat ini dan itu," sambil menyebutkan surat yang dihafalnya. Berkatalah Nabi, "Aku telah menikahkan kalian berdua dengan mahar hafalan Qur'anmu." (HR Bukhari Muslim).



Wallahu a'lam bish-shawab, Wassalamu 'alaikum warahmatullahi wa barakatuh

Kami adalah penyedia pembuat cincin kawin dari bahan emas kuning, emas kuning, emas rose gold, palladium, platina, Jika anda berminat untuk order model cincin sesuai keinginan anda, silahkan kontak kami :

pin BB : 59663d00
Whatsapp : 0857 8115 8585

Bisa Kunjungi Link kami di bawah ini :








Popular Posts

Mengenai Saya

http://www.pabrikcincinnikah.com | Jasa pembuatan desain cincin nikah, cincin kawin, cincin tunangan unik, modern, terbaru. Bahan dari emas putih, emas kuning, emas rose gold, palladium, platina/platinum, perak.Bisa request model sesuai keinginan anda.